Tari keraton
Tarian di Indonesia mencerminkan sejarah panjang Indonesia. Beberapa
keluarga bangsawan; berbagai istana dan keraton yang hingga kini masih
bertahan di berbagai bagian Indonesia menjadi benteng pelindung dan
pelestari budaya istana. Perbedaan paling jelas antara tarian istana
dengan tarian rakyat tampak dalam tradisi tari Jawa. Strata masyarakat
Jawa yang berlapis-lapis dan bertingkat tercermin dalam budayanya. Jika
golongan bangsawan kelas atas lebih memperhatikan pada kehalusan, unsur
spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan lebih
memperhatikan unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai akibatnya
tarian istana lebih ketat dan memiliki seperangkat aturan dan disiplin
yang dipertahankan dari generasi ke generasi, sementara tari rakyat
lebih bebas, dan terbuka atas berbagai pengaruh.
Perlindungan kerajaan atas seni dan budaya istana umumnya digalakkan
oleh pranata kerajaan sebagai penjaga dan pelindung tradisi mereka.
Misalnya para Sultan dan Sunan dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta terkenal sebagai pencipta berbagai tarian keraton lengkap dengan komposisi gamelan
pengiring tarian tersebut. Tarian istana juga terdapat dalam tradisi
istana Bali dan Melayu, yang bisanya—seperti di Jawa—juga menekankan
pada kehalusan, keagungan dan gengsi. Tarian Istana Sumatra seperti
bekas Kesultanan Aceh, Kesultanan Deli
di Sumatera Utara, Kesultanan Melayu Riau, dan Kesultanan Palembang di
Sumatera Selatan lebih dipengaruhi budaya Islam, sementara Jawa dan Bali
lebih kental akan warisan budaya Hindu-Buddhanya.
Tari rakyat
Tarian Indonesia menunjukkan kompleksitas sosial dan pelapisan
tingkatan sosial dari masyarakatnya, yang juga menunjukkan kelas sosial
dan derajat kehalusannya. Berdasarkan pelindung dan pendukungya, tari
rakyat adalah tari yang dikembangkan dan didukung oleh rakyat
kebanyakan, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dibandingkan dengan
tari istana (keraton) yang dikembangkan dan dilindungi oleh pihak
istana, tari rakyat Indonesia lebih dinamis, enerjik, dan relatif lebih
bebas dari aturan yang ketat dan disiplin tertentu, meskipun demikian
beberapa langgam gerakan atau sikap tubuh yang khas seringkali tetap
dipertahankan. Tari rakyat lebih memperhatikan fungsi hiburan dan sosial
pergaulannya daripada fungsi ritual.
Tari Ronggeng dan tari Jaipongan suku Sunda
adalah contoh yang baik mengenai tradisi tari rakyat. Keduanya adalah
tari pergaulan yang lebih bersifat hiburan. Seringkali tarian ini
menampilkan gerakan yang dianggap kurang pantas jika ditinjau dari sudut
pandang tari istana, akibatnya tari rakyat ini seringkali
disalahartikan terlalu erotis atau terlalu kasar dalam standar istana.
Meskipun demikian tarian ini tetap berkembang subur dalam tradisi rakyat
Indonesia karena didukung oleh masyarakatnya. Beberapa tari rakyat
tradisional telah dikembangkan menjadi tarian massal dengan gerakan
sederhana yang tersusun rapi, seperti tari Poco-poco dari Minahasa Sulawesi Utara, dan tari Sajojo dari Papua.
0 komentar:
Posting Komentar